Corak Keberagaman dalam beragama



Para nabi dan rasul merupakan orang-orang pilihan karena mereka telah dikaruniai bakat kecerdasan paripurna sehingga dapat men-download ayat-ayat Tuhan yang di-upload di alam ini dan mem-breackdown-nya menjadi sebuah pelajaran, nasihat, ketentuan, instruksi, dan informasi dari Tuhan yang berbentuk bahasa. Ketika masih dalam bentuknya yang asli berupa alam yang terbentang, wahyu belum diidentifikasi sebagai shuhuf ula (kitab Ibrahim), Taurat (kitab Musa), Zabur (kitab Dawud), Injil (kitab Isa), atau Al-Quran. Wahyu dengan w kecil sebagai ayat yang terbentang baru diidentifikasi sebagai sebutan manakala ia telah diperspesi oleh para nabi dan rasul. Ketika ia dipersepsi oleh nabi berkebangsaan Yahudi, maka muncullah Taurat yang berbahasa Ibrani. Ketika ia dipersepsi oleh nabi yang berkebangsaan Arab maka muncullah Al-Guran yang berbahasa Arab.
Wahyu (dengan W besar) difirmankan untuk menjawab beberapa permasalahan yang tidak ditemukan jawabannya dalam tanda-tanda Tuhan yang terbentang, untuk memotivasi manusia agar makin detil dalam membaca dan memahami alam yang terbentang, sehingga ia bisa memperoleh makna dari setiap fenomena yang dialaminya.
Tidak hanya itu, Wahyu difirmankan juga untuk memperpendek proses pembacaan terhadap alam (wahyu yang terbentang). Apabila manusia diberi kesempatan untuk membaca dan memahami alam dengan segenap potensi nalar, rasa, dan jiwa yang dimilikinya, ia akan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai jawaban final. Namun berkat Wahyu, proses yang panjang dan berliku tersebut dapat disingkat sedemikian rupa sehingga manusia tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan jawaban final kehidupan.
Agaknya faktor sosial-budaya dan bakat intelektual yang dimiliki oleh masing-masing nabi membuat Wahyu pun terfirman dengan teknik dan content yang berbeda. Wahyu Allah yang terbentang dalam alam geografis dan sosial budaya Arab, akan ditangkap oleh nabi berkebangsaan Arab dan dibesarkan dalam tradisi intelektual Arab, otomatis akan menjadi Wahyu yang berbahasa Arab lengkap dengan kultur Arab pada masa wahyu difirmankan. Artinya, ke-Araban Al- @uran misalnya, sangat dipengaruhi oleh kultur Arab Nabi Muhammad. Al-Guran menjadi sebuah bacaan berbahasa Arab dan menyapa umat manusia dengan logika bangsa Arab abad ke-7 karena ia diturunkan kepada Nabi Muhammad yang berkebangsaan Arab.
Dalam nalar Islam, wahyu yang terbentang diakses dan di- download oleh Nabi Muhammad dengan bakat intelektual yang luar biasa dan karunia Allah melalui Malaikat Jibril. Wahyu terfirman itu lalu disebut Al-Guran. Apabila mengacu pada pemikiran yang dikemukakan Sahrur, tanda-tanda Allah di alam terbentang disebut dengan Al-Quran al-“Azhim sedangkan tanda-tanda yang terdapat dalam wahyu terfirman disebut dengan Al-Quran al-Karim. Selanjutnya dalam pembahasan di buku ini, ada baiknya kita tetap mengunakan istilah wahyu terbentang (Al-Quran al-Azhim) dan wahyu terfirman (Al- Quran al-Karim).
Wahyu terfi'rman merupakan bentuk relasi antara nalar manusia, wahyu terbentang, dan karunia rahmat Tuhan. Melalui rahmat- Nya, Allah memberikan karunia kepada alam semesta untuk menampung dan merepresentasikan tanda-tanda-Nya. Di sisi lain, melalui rahmat-Nya pula manusia diberi kemampuan nalar untuk berpikir, memahami, dan menghayati tanda-tanda alam sebagai tanda-tanda-Nya. Al-Quran al-Karim merupakan salah satu bentuk relasi antara nalar Arab abad ketujuh, wahyu terbentang (Al-Quran al- Azhim), dan karunia rahmat Allah tersebut.
Wahyu Allah (dengan w kecil) pada mulanya bersifat universal dan aa-historis. Sebagai tanda-tanda Tuhan yang terbentang, keberadaan wahyu melintasi zaman dan melintasi ruang. Namun ketika wahyu tersebut di-download menjadi wahyu terfirman, maka ia berubah menjadi wahyu yang historis (menyejarah). Hal itu dikarenakan substansinya yang universal, kini harus diwadahi dalam lokalitas ekspresi. Begitu wahyu Allah (dengan w kecil) berubah menjadi wahyu terfirman (selanjutnya disebut Firman saja), maka ia terikat dalam ruang ekspresi yang dibatasi oleh letak geografis dan ruang waktu. Ini merupakan babak awal terjadinya perbedaan corak pemahaman agama.

Previous
Next Post »
Thanks for your comment
.